Sabtu, 18 Juni 2011

KETIKA BATU NISAN T’LAH TERUKIR NAMAMU



Cerpen Cinta
Sebuah cerpen oleh Ila Nuraini
Lira, seorang mahasiswi tingkat 2 teburu-buru ia begitu mendapati Risal sahabat tercintanya itu masuk rumah sakit. Dipikirannya hanya ia ingin secepatnya sampai ke rumah sakit sampai-sampai ia tak mellihat ada cowok yang berjalan kearahnya. Ia menabrak cowok tersebut. Alhasil buku yang ia bawa jatuh berserakan di koridor kampus.

“Ops maaf mas, aku terburu-buru jadi ga liat kalo ada mas.”

Setelah mengucapakan permintaan maaf ia segera kerumah sakit dimana sahabatnya itu dirawat. Risal dan Lira memang bersahabat sejak mereka masih SMU, sampai teman-teman mereka mengira kalo mereka adalah sepasang kekasih.

“Kamu kenapa Kancil??“ tanya Risal pada Lira

“Hey!! kamu ni ya ga bisa ya manggil namaku, Lira gitu.” Jawab Lira manyun

“Sayangnya ga bisa tuh.... “

“Kamu kok bisa kecelakaan sih??”

“Ya bisa aja. Soalnya aku terburu-buru ke kampus Cuma mau mastiin aja kalo kamu gak bakalan nyuri timun.”

“Hey, aku tuh seriius. Bisa serius dikit gak sih!!!”

“Ops.... sorry.. iya udah aku serius nih sekarang. Aku ditabrak ma mobil waktu mau mengantar ibu kerumah nenek. Ibuku sekarang koma.” Jelas Risal sedih.

“Aku ikut sedih ya Ical, aku khawatir tau. Aku gak mau terjadi apa-apa ma kamu, Kucing. Aku baru saja dateng dari kamar ibu kamu, dia lagi istirahat”

“Ya udah jangan manyun lagi. Jelek tau. Mang ada ya kancil manyun? Ada sih tapi jelek banget.” Gurau Risal, membuat Lira tersenyum

“Kamu tuh gak bisa ya serius. Udah tau sakit masih aja buat aku tertawa. Seharusnya kamu yang aku hibur. Tapi Makasih ya Ical, kamu selalu ada buat aku baik saat aku senang maupun aku sedih. Aku juga baru tau kalo kucing itu bisa berteman dengan kancil.”

Mata bening Lira jelas terpancar kekhawatiran dan kesedihan, sedari tadi dia hanya termenung. Entah apa yanng dia pikirkan. Hanya dia yang tau. Sedangkan Risal hanya bisa memandanngnya tanpa berani berkata apapun pada sahabatnya itu.

Setiap hari Lira datang ke rumah sakit untuk merawat Risal, sesekali dia datang bersama teman-temannya. Seminggu kemudian Risal sudah boleh pulang, dan mulai kuliah kembali. Hari itu Lira berangkat bersama Risal, tiba-tiba Ragil menghampiri.

“Kalian ini gak bisa dipisahin ya? Kemana mana selalu berdua. Kamu gak ngijinin aku bareng ma Lira, Ris?? Aku kan suka ma Lira.” Gurau Ragil.

“Gak boleh!! Lira harus tetep ma aku. Kallo ada yang suka dan mau pacaran ma dia harus seijinku dulu.”

“Mang kamu siapaku??? Enak aja harus ijin ma kamu. Wah jangan-jangan semua cowok di kampus ini ngiranya aku pacaran ma kamu lagi. Pantesan aja gak ada yang berani deketin aku.”

“Hahahaha..... iya kali. Makanya kita pacaran aja sekarang.” Risal tertawa terbahak-bahak

“Siapa yang ngijnin kamu untuk tertawa?. Heh!!!”

“Ops.... kancilku marah. Sorry.”

“Udahlah ayo masuk. Udah jam berapa nih???”

Karena kedekatan mereka sehingga Teman-teman mereka mengira mereka pacaran. Hingga suatu hari terdengar kabar bahwa ibu Risal meninggal setelah beberapa bulan mengalami koma akibat kecelakaan beberapa waktu lalu, dan Risal juga menjauhi Lira. Teman-teman mereka mengira mereka telah putus.

“Lir, beneran hubungan kalian ga bsa diperbaiki lagi? Sampai kapan kalian akan seperti ini???”

“Aku ma Ical gak pacaran kok,Cha. Aku gak tau akan sampai kapan?”

Sementara itu Risal dan Ragil sedang makan dikantin. Ragil menoba untuk mempersatukan Lira dan Ragil kembali.

“Ris, kamu ada masalah apa ma Lira?”

“Ga ada”

“Tapi kok kalian jadi jauh begni?”

“Udah ya ga usah bahas dia lagi. Males aku mendengar namanya. Terserah dia mau ngapain aja, bukan urusanku lagi. Jangan merusak mood ku dengan ngomongin dia.” Lira masuk dan mendengar semua pembicaraan mereka.

“Oke kalo aku memang perusak mood mu, aku ga akan muncul depanmu lagi!!! PUAS???!!!!”

“Ya udah sana pergi!!! Ngapain lagi kamu disini??? Dan juga Aku gak mau liat kamu tersenyum lagi. Jadi jangan pernah tersenyum di depanku”

Lira berlari menjauh dari tempat Risal berada. Ia menangis, hatinya hancur melihat sahabatnya tega berbuat seperti itu terhadapnya disaat dia benar-benar butuh teman karena ayahnya dipenjara karena telah menabrak seseorang dan membuatnya meninggal setelah beberapa bulan koma. Ia bingung, entah hal apa yang telah membuat sahabatnya itu berubah menjadi Risal yanng dingin dan tega melukai hatinya.

“Kamu tega Ris membuat seorang gadis seperti Lira menangis seperti itu. Kamu lupa siapa yang merawat dan mengurusmu saat dirumah sakit??? Lira orang yang telah merawatmu sampai kamu sembuh. Ini balasan yang kamu berikan padanya. Tega sekali kau pada Lira. Apa salah Lira padamu??? Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Kamu udah berbuat zallim pada shabatmu sendiri.” Ucap Ragil

“Kamu bicara seperti itu karena kamu gak tau masalahnya.”

“Gimana kita mau tau yang sebenarnya?? Kalo kamu gak mau ngasih tau masalah yang sebenarnya.?” Jawab Icha

“Oke aku kasih tau. Dia merawat aku sampai sembuh karena yang nabrak aku adalah ayahnya dan itu membuat ibuku meninggal. Jadi dia merasa bersalah aja.” Risal pergi meninggalkan Ragil dan Icha.
Beberapa bulan tlah berlalu, hubungan Lira dan Risal masih tidak ada perubahan. Lira juga berubah, tak ada lagi Lira yanng ceria yang ada hanya Lira yang pendiam. Suatu hari di kelas Lira hanya terdiam dengan wajah yang pucat. Tiba-tiba Januar datang menghampiri Lira. Sedangkan Risal hanya melihat dari jauh, Januar mencoba mennghibur Lira yang sedang sedih. Saat Risal masuk ke kelas, Lira beranjak dari tempat duduknya.

“Mau kemana Lir??

“Tolong ijinin aku ke dosen. Aku gak enak badan.”

“Aku anterin Lir.” Kata Risal tanpa sadar

“Aku gak mau merusak mood mu.” Ucap Lira seraya pergi

“Sapa juga yang mau nganterin kamu.”

Selama beberapa hari Lira tidak masuk kuliah. Teman-temannya menenguk Lira harus pulang membawa kekecewaan karena Lira berada di rumah neneknya di Solo. Kata Bundanya, Lira ingin refreshing. Keesokan harinya Lira pulang kerumah,dia menceritakan permasalahan yang dia hadapi pada Bundanya.

“Lira ga tau bunda, apa salah Lira? Lira bener-bener bingung denngan sikap Ical. Lira gak mau kehilangan Ical bunda. Lira sayang Ical, Bunda.”

“Lira, Bunda tau kenapa Ical bersikap seperti itu. Kamu inget orang yang ditabrak ayahmu?”
“Apa hubungannya ma ayah Bunda?”

“Orang yang ayahmu tabrak adalah Risal dan Ibunya. Bunda rasa gara-gara hal itu Risal marah ma kamu. Sabar ya Sayang....” Lira kaget sampai tak terasa air matannya mengalir.

“Kenapa? Kenapa Risal gak mau bilang yang sebenarnya? Dan kenapa Bunda baru ngasih tau aku hal ini?”

“Maafin bunda sayang, bunda Cuma gak mau kamu sedih aja.”

“Temanmu kemarin datang menenguk kamu.”

“Ada Ical bunda?” tanya Lira penuh harap, bunda hanya menggeleng. Kekecewaan kembali menghampiri hatinya.

“Lir, kamu kok pucet banget ayo nanti kedokter.”

“Gak usah bunda, Cuma pusing dikit aja. Istirahat nanti sudah baikan kok.”

Keesokan harinya Lira masuk kuliah tapi denngan wajah masih pucat. Begitu masuk kelas, orang yang pertama kali dia lihat adalah Risal, sehingga dia tak menghiraukan teman-temannya bicara padanya.

“Liraa...... aku kangeeeennnn.....” ucap Icha senang

Lira hanya memendangi wajah Risal, tak ada senyuman hangat itu lagi dari bibirnya. Lira benar-benar merindukan senyuman yang selalu membuatnya tersenyum. Dia tak sadar sampai menabrak Imel yanng dari dulu tak suka padanya, hingga Lira terjatuh.

“Kalo jalan itu pake mata dong.”

“Maaf aku ga liat”

“Makanya hati hati kalo jalan!!!” bentak Imel

“Ya. Maaf ya.”

“Dasar, baru masuk aja udah bikin ulah. Aku lebih senang kalo kamu gak ada di kelas.”

“Udah lah, Lira kan udah minta maaf. Lagian apa salah ya sih maafin Lira? Toh yang jatuh dia bukan kamu.” Ucap Icha

“Kalian sama aja. Menyebalkan!!!!!.”

“Udah!!!! Pagi-pagi udah berantem. Kamu udah lah Mel. Bener kata Icha, apa salahnya kamu maafin Lira, toh yng jatuh itu Lira bukan kamu.” Risal angkat bicara

“Ris, kamu belain dia?? Anak dari orang yang telah membuat ibu kamu meninggal?? Kamu belain dia karena dia lemah!!! Ngapain sih kamu belain dia? Ga ada gunanya!!!”

“Makasih, kalo cuma belas kasihan. Aku ga butuh belas kasihan dari kamu. Simpan saja.”

“Kamu angkuh Lir.”

“Apa bedanya ma kamu???” Risal hanya terdiam

“Tau males aku. Aku gak mau buat mood mu ilang.”

“Ya dah sana pergi yang jauh.”

“Oke. Jangan menyesal jika aku pergi untuk selamanya. Aku ga mau buat kamu sedih makanya aku akan pergi jauh dari kalian semua.” Lira pergi

“PUAS???!!!!!” bentak Icha seraya pergi menyusul Lira ke kamar mandi

“Kenapa aku bisa suka ma cowok seperti dia? Udah jelas-jelas dia nyakitin aku. Ga boleh Lir. Lupakan dia.”

“Mencintai itu tidak salah Lir. Aku ngerti kalo kamu suka ma Risal soalnya kalian udah deket sejak dulu. Jadi wajar kalo cinta tumbuh diantara kalian.”

“Tapi aku yang ga bisa. Aku ga punya waktu buat mencintai dia. Kalo aku ada kesempatan kedua aku gak akan mencintai dia.”

“Mang kamu mau kemana?”

“Aku mau pergi jauh. Maafin aku ya atas semua salahku.”

Keesokan harinya Lira menghilang tanpa kabar. Beberapa hari kemudian Saat pulang kuliah Lira menunggu Risal.

“Ical, maafin aku dan keluargaku ya.” Sambil mengulurkan tangan

“Lir, tangan mu??? Kamu sakit?? Pucat banget.” Ucap Risal begitu menyentuh tanngan Lira yang dingin.

“Ga apa-apa kok. (sambil melepas tangan Risal). Aku harap kamu gak akan pergi jauh seperti tangan mu melepas tanganku.”

“Kamu kenapa???”

“Aku tau kamu pasti marah ma keluargaku. Aku juga baru tau kalo ayahku lah yang membuat ibu kamu meninggal. Kalo hanya dengan kematianku, kamu bisa maafin keluargaku, aku ikhlas. Aku hanya ingin minta maaf ma kamu mumpung masih ada waktu.”

“Kamu ngomong apa sih??? Kenapa kamu ngomong gitu??”

“Aku Cuma gak mau kamu sedih. Aku tau saat kamu liat aku, kamu akan inget ma kejadian yang telah membuat ibu kamu meninggal. Karena aku adalah anak dari orang yang telah membunuh ibu kamu.”

“Kelinci.....”

“Sejak lama aku kangen kamu manggil aku dengan kelinci. Akhirnya aku masih sempat mendengar kamu manggil aku seperti itu lagi. Tolong panggil aku Kelinci lagi.”

“Kelinci........ kamu kenapa? Sejujurnya Aku bingung, disisi lain aku sayang ama kamu, tapi di lain sisi aku ga bisa ngelupain kematian ibuku. Maafin aku juga ya kelinci. ”

“Kamu masih sayang aku padahal ayahku udah membuat ibu kamu.....” ucap Lira tertahan

“Aku cinta kamu Lira. Maafin aku udah nyakitin hati kamu. Aku berbuat seperti itu untuk membuat kamu jauh dari aku karna aku takut ga bisa maafin ayah kamu. Tapi sekarang aku udah bisa maafin ayah kamu. Aku sadar kalo kematian ibuku sudah takdirnya. Maafin aku ya Lir......”

“Sebenernya aku juga cinta ama kamu,Ical. Tapi aku ga bsa mencintai kamu lagi. Aku ga punya waktu lagi.”

“Tolong beri aku kesempatan kedua. Aku akan buktiin kalo aku ga akan nyakitin hati kamu lagi”

“Kalo aku juga di beri kesempatan kedua aku ga akan mencintai kamu sedalam ini. Karena cintamu menyakitkanku.”

“Kamu nyesel cinta ma aku?”

“Kalo boleh jujur, Iya. Aku menyesal mencintai kamu, mencintai kamu begitu dalamnya. Maaf Ical, maaf karrena aku mencintaimu. Boleh aku minta permintaan terakhir ma kamu?”

“Apa itu?”

“Aku ingin ke pantai ma kamu dan bermain kembang api.”

“Kapan kamu pengen perginya?”

“Hari ini juga kalo bisa?”

“Tapi kamu ....”

“Terakhir kali” Potong Lira

Tepat jam 6 sore mereka tiba di pantai, mereka menyusuri pantai bersama-sama, bersenang-senang dan bermain kembang api. Hari itu hubungan mereka membaik, bahkan lebih indah dari sebelumnya.

“Aku bahagia sekali hari ini. Makasih kucingku telah kembali.”

“Kelinciku juga telah kembali” Dalam hitungan detik Risal mencium Lira. Jelas saja Lira kaget dengan reaksi Risal. Dia hanya memnyembunyikan pipinya yang merona dibalik wajahnya pucat.

“Aku sakit, Ical. Aku gak mau buat kamu sedih dengan kepergianku. Terimakasih telah membuat aku bahagia di akhir hidupku. Aku cinta kamu, Icalku, Kucingku.” Batin Lira

“Terimakasih Ical telah membuat aku bahagia. Aku cinta kamu, Icalku, Kucingku.”

“Iya Lira, Kelinciku. Aku sangat sangat sangat cinta ma kamu”

Keesokan harinya terdengar kabar yang sangat mengejutkan, Lira meninggal karena penyakitnya. Orang yang paling sedih adalah Risal. Ia menyesal telah menyakiti hati wanita yang sangat dicintainya. Ia juga menyesal mengapa baru mengetahui penyakit Lira setelah begitu lama mereka berteman.

“Lira..... beri aku kesempatan kedua. Kelinci.....Aku tak akan menyakiti hatimu lagi. Maafkan aku Kelinci.......” Ucap Risal di batu nisan Lira. Tapi semua itu tak ada gunanya. Lira telah pergi untuk selamanya membawa Cintanya pada Risal, sahabat sekaligus kekasihnya.

Jumat, 17 Juni 2011

BENDERA KUNING

Lantunan lagu Karena Ku Sanggup-nya Agnes mengiringi langkahku menuju rumah sahabatku, Bonnie.

Tapi langkahku terhenti karena kakiku menginjak sesuatu yang kupikir adalah selembar kertas.
Saat kutundukkan kepalaku, aku tersentak. Bendera kuning! Bukannya itu berarti ada seseorang yang meninggal. Aku jadi agak parno.

“ Semoga bukan pertanda buruk, “ bathinku.
Lalu akupun melanjutkan langkahku setelah sebelumnya kuletakkan kembali bendera itu di tempatnya.

Ku lihat Bonnie sedang asyik bermasker ria saat aku masuk ke kamar kost-an nya.
Tanpa komando akupun langsung melempar tubuhku ke atas tempat tidurnya.
“ Dari mana, sih, lo cyin? “ ujarnya tapi tak jelas kudengar.
“ Ngomong apa, sih, lo? “ sahutku seraya mendekatkan wajahnya yang hampir tertutup masker itu ke depan wajahku.
“ Aira…!!! “ pekiknya sambil melotot ke arahku.
Aku hanya tertawa melihat maskernya yang berantakan.
“ Ancur, deh, muka eike. Berantakan semua perawatan eike. Gara-gara yey, nih,” tukasnya.
Lalu dengan setengah berlari ia menuju kamar mandi. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya yang seperti cacing kepanasan.
Dengan wajah cemberut, ia menghampiriku.
“ Dasar lo bisanya ngerecokin eike aja, “ ujarnya.
“ Lagian lo, saban hari kerjaannya perawatan mulu. Mau cari cewe apa cowo, nih? “ sahutku.
“ Iyyhh….dasar yey emang sobat yang durhaka tiada tara. “
Aku hanya tertawa.
Bonnie adalah sahabatku sejak SMA. Dia itu cowo yang baik, tapi…ya itu tadi lah…agak sedikit feminim! Padahal kalo dia bener-bener cowo, pasti banyak banget, deh, cewe yang ngantri jadi pacarnya. Perhatian dari seorang ibu ngga pernah dia dapet sejak kecil. Makanya sikapnya jadi feminim. Walau begitu, aku tetap menyayangi dia sebagai sahabatku.
Saat kami sedang berbincang, tiba-tiba aku teringat peristiwa tadi. Aku terdiam sejenak.

“ Napa lo tiba-tiba diem gitu? Kaya orang kesambet aja, “ ujar Bonnie.
“ Bon, di gang sebelah ada yang meninggal, ya? “ tanyaku.
“ Gang yang mana? “
“ Itu, lho, gang yang di depannya ada pohon beringin itu. “
“ Oh, itu. Iya, ada yang meninggal. Cuco, lagi. “
“ Emang meninggal gara-gara apa? “
“ Yang eike denger, sih, katanya kecelakaan. Ih..serem, deh. “
“ Oh…. “
“ Kenapa emangnya? “ Tanya Bonnie.
Tapi aku ngga langsung jawab.
“ Tadi, gua ngga sengaja nginjek bendera kuningnya yang jatoh di depan gua, Bon, “ jawabku pelan.
“ Apa? Serius lo, Nek? “ Bonnie tersentak.
Aku mengangguk pelan.
“ Aduh…gimana, sih, yey. Makanya kalo jalan, tuh, liat-liat. “
“ Ya, gua, kan, ngga sengaja. Lagian gua juga ngga tau kalo, tuh, bendera jatoh di depan gua, Bon. “
Sejenak kami terdiam.
“Terus gimana, dong? “ kataku pelan.
“ Ya udah, lah. Semoga ngga terjadi hal buruk. “


Udah beberapa hari sejak kejadian itu. Dan akupun sering merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada yang mengikutiku kemanapun aku pergi. Tapi aku ngga tahu itu apa atau siapa.
Malam ini hujan turun cukup deras. Jam udah lewat angka sebelas. Kucoba memejamkan mata untuk tidur, tapi ngga bisa.
Kurasakan ada udara dingin yang merasuk ke tubuhku. Tiba-tiba saja tengkukku seperti ditiup. Bulu romaku pun berdiri.
Angin yang cukup kencang memainkan gorden jendela kamarku. Aku merasa melihat sekelebat bayangan melintas di depan mataku.
Spontan kupejamkan mataku. Untuk beberapa saat aku ngga berani membuka mata.
Tapi, kucoba untuk membuka mataku perlahan. Dan mataku terbelalak saat aku melihat sesosok tubuh sudah duduk disampingku. Ingin sekali rasanya menjerit sekencang-kencangnya, tapi suaraku rasanya tetahan di tenggorokanku. Aku kembali memejamkan mataku dan berharap saat kubuka mataku lagi, sosok itu sudah menghilang.
Tapi, saat kubuka kembali mataku sosok itu malah semakin nyata di depanku.
Wajahku langsung memucat, keringat dingin mengucur dari wajahku.
Sosok itu menatapku.Tatapannya begitu tajam.
Aku akui, sosok itu memiliki mata yang indah dan wajah yang tampan. Tapi sayang pucat pasi.
Jantungku berdetak begitu kencang hingga aku bisa merasakan suara detakannya.
Sosok itu tersenyum.
“ Sorry, ya. Gua ngga bermaksud bikin lo takut, “ suaranya terdengar menggema.
Aku tersentak.
“ L..l..lo..siapa ? “ tanyaku gemetar.
“ Masa lupa, sih, sama gue. “
“ Gua ngga kenal sama lo. Lagian, lo bukan manusia, kan. “
Dia tersenyum.
“ Emang gua bukan manusia. “
“ Terus ngapain lo di sini? “
“ Ya ini gara-gara lo sendiri. “
“ Gara-gara gua gimana maksud lo? “
Dia ngga langsung jawab. Berdiri lalu berjalan ka arah jendela. Melihat hujan di luar jendela, lalu berbalik.
“ Lo udah nginjek bendera gua. Inget ngga? “ katanya kemudian.
Aku mengernyitkan dahi. Bendera? Jangan-jangan…
Sosok yang ada di depanku ini adalah orang yang meninggal yang bendera kuningnya ngga sengaja kuinjak.
“ Jadi lo orang yang meninggal itu? “
“ Yup! Dan sekarang gua akan terus ngikutin lo. “
“ Apa maksud lo akan terus ngikutin gua? “
“ Ya gua akan ngikutin lo terus kemanapun lo pergi. "
“ Kenapa? “
“ Ya itu karna lo udah nginjek bendera gua. Itu, kan, sama aja lo ngga menghormati gua. “
“ Tapi iu , kan, bukan kesengajaan. Gua juga ngga tau kalo ada bendera jatoh di kaki gua. “
“ Ya poko’ nya itu, sih, urusan lo. Yang penting sekarang gua akan ngikutin lo terus. “

Bener-bener mimpi buruk. Kutukan. Yang bener aja, masa aku harus diikutin kemanapun aku pergi, apa lagi yang ngikutin bukan manusia. Sampai kapan harus begini terus.

“ Mau sampe kapan lo ngikutin gua? “ tukasku pada hantu cowo yang belakangan ku ketahui bernama Ray itu.
“ Mmmm…sampe kapan ya… “
Aku menatapnya sinis.
“ Ngga mungkin, kan, lo ngikutin gua selamanya? “ kataku kemudian.
“ Mungkin aja. “ jawabnya enteng.
Andai aja aku bisa menyentuhnya, pasti udah ku tonjok wajahnya yang cakep itu. Tapi semuanya hanya tertahan dalam hati saja. Aku sangat sangat membencinya. Gara-gara dia hidupku jadi ngga normal. Beberapa temanku berfikir aku udah ngga waras karena mereka sering memergokiku ngomong sendiri. Padahal aku lagi ngomong sama hantu yang menyebalkan ini. Bahkan Bonnie sahabatku pun ngga percaya sama ceritaku. Beberapa kali aku mencoba membuktikan pada Bonnie kalo aku bener-bener lagi diikutin hantu. Tapi sialnya, Ray sama sekali ngga mau nampakin dirinya sama Bonnie. Beber-bener ngeselin!


Suatu hari..
“ Kenapa lo diem aja? “ Tanya Ray.
“ Lagi mikir. “
“ Mikir apa? “
Aku ngga langsung jawab.
“ Gua lagi mikir gimana caranya biar lo ngga ngikutin gua terus, “ ujarku kemudian.
Ray terdiam.
“ Gua, kan, udah kasih tau lo gimana caranya, “ sahutnya kemudian.
“ Tapi, kan, itu ngga mungkin Ray. Gua aja ngga tau bendera itu ada dimana. Lagian, ngga mungkin juga masih disimpen ampe sekarang, “ kataku panjang lebar.
“ Ya itu, sih, de-el. Berarti gua akan terus ngikutin lo selamanya. “
“ Ngga bisa gitu, dong. Gua, kan, pengen hidup normal. Gara-gara lo gua jadi putus sama cowo gua. Dia juga mikir gua udah ngga waras. “
“ Salah cowo lo sendiri, kenapa dia mutusin lo. Berarti dia ngga sayang sama lo. Buktinya, dia aja ngga percaya sama lo. “
Aku terdiam sejenak. Bener juga kata, nih, hantu.
“ Kenapa diem? “ tanyanya.
“ Ngga kenapa-napa, “ jawabku sambil berlalu.

Kenapa ini harus terjadi padaku? Sampe kapan aku akan terus diikuti sama Ray?
Sebenernya aku udah coba untuk menjalankan hidupku yang normal, tapi ngga bisa. Ray selalu mengikutiku kemanapun aku pergi.
Belakangan ini aku jarang mengobrol dengannya lagi. Dia juga jarang menampakkan dirinya padaku. Dan, dalam hatiku mulai timbul perasaan yang aneh. Ngga mungkin ini cinta! Tapi, jujur aku merasa kehilangan dia.
Malam ini, dia ngga muncul. Seharian aku belum melihatnya.
“ Ray…? “ kucoba memanggilnya.
Tapi ngga ada jawaban.
“ Ray…lo disini? “ ujarku sekali lagi.
Tapi masih ngga ada jawaban. Hufft! Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Memandang langit-langit kamarku yang berwarna hitam itu. Ray kemana, ya? Kenapa hari ini dia ngga muncul?
Kupejamkan mataku, tapi terasa ada hembusan angin yang menerpa wajahku.
Saat kubuka mata…
“ Ray? “
Dia tersenyum. Aku baru sadar, tubuh Ray berada di atas tubuhku. Wajahnya yang pucat itu, berada begitu dekat dengan wajahku. Kami saling menatap. Makin dalam…
Tangannya mengusap keningku. Dingin. Lalu tersenyum.
“ Maaf, ya, Aira… “ ucapnya.
“ Maaf? Kenapa? “
“ Selama ini gua udah bohongin lo. “
Aku tersentak.
Ray beranjak lalu berbaring di sebelahku.
Sejenak terdiam.
“ Bohong soal apa, Ray? “ tanyaku.
“ Gua bohong soal bendera kuning itu. “
“ Maksud lo? “
“ Lo ngga harus nyari bendera itu buat bikin gua ngga ngikutin lo lagi. Sebenernya, gua bisa pergi kapanpun gua mau. “
“ Apa? “
“ Gua Cuma pengen bisa deket sama lo aja, Ra. Tapi gua nyesel banget. Kenapa baru sekarang gua bisa deket sama lo. Kenapa ngga waktu gua masih hidup aja. “
“ Ray… “
“ Itulah bodohnya gua, Ra. Gua ngga punya keberanian buat deketin lo. “
“ Tapi dulu, kan, kita ngga saling kenal. “
Ray terdiam sesaat.
“ Gua suka merhatiin lo diem-diem, Ra. Pertama kali gua liat lo jalan di depan gang itu, gue ngerasa ada perasaan yang lain yang sebelumnya ngga pernah gue rasain, Ra. Cinta! “
Kali ini aku yang terdiam.
“ Makin lama perasaan itu makin dalem gua rasa. Dan, gua ngga bisa nahan lagi. Lo inget, ngga, hari dimana lo nginjek bendera kuning itu? “ ujarnya sambil menoleh ke arahku.
Aku mengangguk pelan.
Hari itu, pagi-pagi banget gua udah siap-siap. Gue pengen nyatain perasaan yang selama ini gua pendem sama lo, Ra. Yah, walaupun sebelumnya kita ngga saling kenal. Dengan ngga sabar gua ngendarain motor gua dengan cepet. Sampe… “
Ray ngga ngelanjutin.
“ Ray…”
“ Saat gua sadar, ternyata raga sama roh gua udah misah, Ra, “ lanjutnya.
Kulihat wajahnya begitu sendu. Bisa kurasakan saat ini hatinya terasa pedih.
Aku mencoba untuk menyentuhnya. Tapi ngga bisa.
Ray menatapku.
“ Gua pengen nyentuh lo, Ray..” pintaku.
“ Ikutin perintah gua! “
Aku mengangguk. Dia menyuruhku untuk memejamkan mata, lalu membayangkan wajahnya, dan merasakan apa yang aku rasakan. Kemudian….kurasakan pelukan yang begitu erat namun dingin. Aku mulai membuka mataku.
“ Gua sayang sama lo, Ra..” bisiknya di telingaku.
“ Gua juga sayang sama lo, Ray…. “
Ngga kerasa air mataku mulai menetes.
“ Gua ngga mau pisah sama lo, Ray.. “ ujarku pelan.
“ Gua juga, Ra. Tapi kita ngga mungkin nyatu. Alam kita udah beda. “
“ Kenapa ini harus terjadi sama gua? “ sesalku.
Ray melepas pelukannya.
“ Ini saatnya, Ra… Gua harus pergi. “
Aku menggeleng, “ Ngga! Lo ngga boleh pergi, Ray. Lo ngga boleh tinggalin gua sendirian. “
“ Gua juga ngga pengen ninggalin lo, tapi gua harus, Ra. “
Aku menggenggam erat tangannya yang dingin. Mengiba padanya agar dia jangan pergi. Tapi ngga mungkin bisa.
Ray memelukku erat. Lalu melepasnya.
Mencium keningku dan turun ke pipiku, sampai akhirnya ciumannya mendarat di bibirku. Walaupun hanya dingin yang kurasakan, tapi aku bisa merasakan Ray sangat sangat menyayangiku.
“ Jaga diri lo baik-baik ya, Ra… “ pesannya.
Aku mengangguk dengan penuh air mata.
“ Hey…janji satu hal sama gua, “ pintanya.
“ Apa? “ tanyaku terisak.
“ Jangan pernah sedih en nangis lagi, ya…”
Tapi aku masih terisak.
“ Kalo lo ngga bisa janji, gua ngga akan tenang di sana, Ra, “ lanjutnya.
Aku mengangguk pelan.
“ Senyum, dong… Gua, kan, ngga mau pergi tanpa senyum lo. “
Aku tersenyum. Lalu sekali lagi memeluknya dengan erat.
“ Gua pergi, ya…” perlahan Ray melepas genggamannya.
“ Ray…. “
“ Gua tinggalin sesuatu buat lo di laci. Simpen baik-baik, ya… Gua sayang sama lo, Ra… “
Itulah kata-kata terakhir yang kudengar darinya. Perlahan sosoknya menghilang bersama angin.
Dan seketika menjadi senyap. Aku teringat pesan Ray. Bergegas kubuka laci mejaku.
Aku tersentak. Bendera kuning… aku mengambilnya. Secarik kertas berwarna oranye terselip bersamanya.


Untuk yang terindah,

Walaupun kita takkan pernah menyatu, namun cintaku hanya untukmu..
Kau adalah hal terindah yang pernah kudapat dalam kehidupan kedua ku.
Tapi aku tak kan pernah menyesal, karena aku bahagia telah mengenalmu….

Selamanya cinta…



Ray.
Kupeluk erat bendera kuning itu….Selamanya aku ngga akan ngelupain kamu, Ray

Andai Dia Tahu



bilakah dia tahu apa yang tlah terjadi
semenjak hari itu hati ini miliknya
mungkinkah dia jatuh hati seperti apa yang ku rasa
mungkinkah dia jatuh cinta seperti apa yang ku damba
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
bilakah dia mengerti apa yang tlah terjadi
hasratku tak tertahan tuk dapatkan dirinya
mungkinkah dia jatuh hati seperti apa yang ku rasa
mungkinkah dia jatuh cinta seperti apa yang ku damba
oh Tuhan yakinkan dia tuk jatuh cinta hanya untukku
andai dia tahu
mungkinkah mungkinkah seperti apa yang ku rasa
mungkinkah mungkinkah seperti apa yang ku damba
bilakah dia mengerti apa yang tlah terjadi
hasratku tak tertahan tuk dapatkan dirinya
mungkinkah dia jatuh hati seperti apa yang ku rasa
mungkinkah dia jatuh cinta seperti apa yang ku damba
oh Tuhan yakinkan dia tuk jatuh cinta hanya untukku
Tuhan yakinkan dia tuk jatuh cinta hanya untukku
Tuhan yakinkan dia tuk jatuh cinta hanya untukku
andai dia tahu, andai dia tahu

faktanya aku

MASIHKAH ADA CINTA UNTUKKU


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcyanXsXv6lhTblBeum7JpCPYFvMrwMpuCH9JG81EOD2ICr7yZeiLJQqaQ-79GtRNO_cS3qdrwo8Z8zXFtA8HVbupl1pRw6jiLhlUZWfZEaaH7cYZ7ooC_w9QK3QeKg101AwZ32phU5Dhg/s320/cerpen+cinta-masihkah+ada+cinta+untukku.jpg
Aku terpejam dalam keheningan malam dan temaram lampu kamarku. Semua yang telah aku lalui selama setahun ini membayang kembali dalam ingatan ku, datang silih berganti seperti sebuah film yang di putar kembali di depan ku. Semuanya terlihat begitu nyata, seolah baru terjadi kemaren.

Ku lirik arlojiku, pukul 20:00. biasa nya di jam-jam sekarang aku masih bergelut dengan buku-buku sekolah ku, tapi kali ini aku begitu malas, terlalu banyak pikiran yang berkecamuk di kepalaku saat ini.

Sambil berbaring ku lihat langit-langit kamar ku, terlihat jelas tulisan itu. RAIHLAH CITA-CITAMU SETINGGI LANGIT. Aku sengaja menuliskan kata-kata itu dan ku tempel di langit-langit kamarku agar setiap aku akan tidur dan bangun tidur aku bisa langsung membacanya.

Namaku adalah siska, aku murid kelas 3 SMA, yang sebentar lagi akan menghadapi UAN. Layak nya seperti remaja lain nya aku juga punya cerita cinta di sekolah. Tapi cerita cintaku tak berjalan mulus, begitu banyak cobaan yang menghalangi cerita cintaku dapat berakhir dengan happy ending. Sehingga selalu berakhir di tengah jalan alias putus. Tapi itu tak membuat ku patah semangat, karna aku yakin masih ada cinta untuk ku.

Semuanya di mulai ketika aku mengenal dia, sebut saja H. dia adalah sosok pria yang sangat aku idamkan. Selain dari segi fisiknya begitu sempurna dia juga tipe pria yang sopan dan lemah lembut. Dia membuat ku begitu bangga karena telah memiliki nya sebagai kekasihku.

Perjalan cinta kami awalnya berjalan biasa saja, tak ada sedikit pun halangan dalam hubungan kami, baik dari kami berdua maupun dari keluarga, semua nya baik-baik saja.

Memasuki 6 bulan usia pacaran kami, mulai ada sedikit tentangan dari keluarga ku. Berawal dari kepegiannya ke BALI, aku begitu merindukannya hingga aku jatuh sakit, keluargaku begitu menyalahkannya atas keadaan ku saat itu. Mulai dari situ aku merasa hubungan ku tak di restui oleh keluargaku. Padahal kami sudah merencanakan menikah  tahun depan begitu aku lulus sekolah. Tapi semuanya jadi berantakan.

1 bulan kemudian dia memutuskan untuk kembali, alasannya tak tega mendengar aku terus-terusan sakit, padahal awal nya dia berncana untuk tinggal 1 tahun di BALI. Tapi demi aku dia rela meninggalkan pekerjaan nya di sana. “pekerjaan bisa di cari di mana saja yank, tapi kalau kamu mas mau nyari kemana”  begitu dia pernah berkata padaku sewaktu aku tanyakan alasan kepulangan nya.

Tadi nya begitu dia sampai di rumah, dia berencana akan langsung kerumahku. Dia beniat mau melamarku. Tapi takdir berkata lain. Begitu dia sampai di rumah dia di kejutkan oleh kabar bahwa ayahnya meninggal dunia. Aku tahu bagaimana terpukul nya dia kehilangan ayah yang begitu di sayangi, aku tahu dia begitu dekat dengan ayahnya. Katanya, ayah itu bukan hanya sekedar ayah baginya tapi juga teman sekaligus kakak.

Aku tahu bagaimana perasaan nya saat itu. Aku mencoba hadir di pemakaman ayah nya, meskipun keluarga ku sebenarnya tak mengijinkan ku untuk pergi ke sana. Dan akhirnya aku bisa menemaninya di acara pemakaman ayah nya itu meskipun saat itu aku harus berbohong pada keluargaku.

Semakin hari keluarga ku semakin tidak menyetujui hubungan ku dengan nya. Sudah ku coba berbagai cara untuk menyakinkan keluargaku bahwa dia adalah yang terbaik untuk ku, tapi tetap saja tak meruntuhkan pendirian mereka. Itu semua sama sekali tak mempengaruhi penilaian keluargaku terhadapnya.

Aku semakin terpuruk dengan keadaan ini, sakit ku semakin menjadi. Dalam satu bulan bisa 4 kali aku bolak-balik masuk rumah sakit. Prestasi ku di sekolah pun merosot tajam. Itu membuat keluarga ku semakin tak suka padanya.

Keadaan semakin buruk saat orang tua ku tahu bahwa aku hamil. Aku tahu mereka sangat terpukul dengan kabar itu. Aku terpaksa menyampaikan hal itu kepada orang tuaku, karna mas H melarangku untuk menggugurkan kandunganku. Sebernarny aku tak ingin siapapun tahu tentang kabar kehamilanku, termasuk orang tua ku, karna aku tak ingin membuat mereka kecewa. Keadaan ini di manfaatkan oleh mas H, untuk segera menikahiku. Karna bagaimanapun juga anak dalam rahimku harus ada bapak nya saat dia lahir nanti.
Mas H menghadap kedua orang tuaku, dia bersedia bertanggung jawab dan menikahiku.
Aku tidak tahu apakah aku harus sedih atau bahagaia. Memang aku bahagia karna akhirny orang tuaku mengijinkan aku untuk menikah dengan mas H,  tapi aku juga sedih karna aku merasa telah mengecewakan kedua orang tuaku.

Ibu berpesan padaku agar jangan sampai ada yang tahu tentang kehamilan ku termasuk keluargaku. Alasan nya ibu tak ingin membuat keluarga ribut, dan yang pasti ibu tak ingin malu. Aku tahu bagaiman malunya ibu kalau sampai orang lain tahu tentang kehamilan ku itu. Aku merasa sangat bersalah, karna aku telah mencorengkan aib di muka orang tuaku.

2 hari setelah mas H kerumah ku dan mengatakan siap menikahiku, sebuah musibah menimpaku. Aku terjatuh di kamar mandi, dan aku mengalami pendaharan hebat.
aku terpaksa di larikan ke rumah sakit.
aku tak ingat pasti siapa yang membawaku ke rumah sakit.
begitu aku sadar aku sudah melihat mas H disana, dia menangis di samping ranjang ku.
Awal nya aku tak mengerti kenapa dia menangis seperti itu, karna aku merasa keadaan ku baik-baik saja.
Begitu melihat ku sadar, wajah mas H sedikit cerah. Meskipun masih terlihat sedikit gurat kesedihan di wajah nya.

          “mas,,kenapa menangis?” tanyaku pada mas H

          “nggak apa-apa dek, dek istirahat ja ya” jawab mas H kemudian mencium keningku.

          “aku dimana mas?” tanyaku lagi

          “kamu di rumah sakit dek.”

          “rumah sakit? memang nya aku kenapa mas? Seingatku aku Cuma terjatuh di kamar mandi. Apa ada sesuatu yang tejadi sama aku mas?” tanyaku agak sedikit cemas

          “nggak kok. Udah kamu ngak usah mikir yang macem-macem dulu. Yang penting sekarang kamu cepet sembuh ya” jawab mas H kemudian kembali mencium keningku.

Aku merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh mas H, aku pun mencoba bertanya padanya

          “sebenernya ada apa mas? Kok mas kelihatan sedih gitu. Mas habis nangis ya?”

          “nggak kok dek, nggak apa-apa” jawab mas H singkat.

          “mas nggak usah bohong ma adek, pasti terjadi sesuatu kan” kataku sambil mencoba bangun. 

Tiba-tiba kurasakan rasa sakit yang teramat di bagian perutku. Seperti ada sebuah pisau yang mengiris-ngiris di sana. Aku tak kuat bangun, akhirnya dengan di Bantu mas H ku rebahkan kembali badanku di ranjang.

          “kok perut adek sakit banget mas” tanyaku pada mas H sambil meringis menahan sakit

          “adek nggak usah banyak gerak dulu ya, biar luka nya cepet sembuh” jawab mas H

Luka? Luka pa?
Perasaan aku Cuma terjatuh di kamar mandi. Kalaupun aku luka harusnya yang luka kan kepalaku, kenapa ini perutku yang terasa sakit. Kemudian aku teringat sesuatu. Ya allah………… jangan-jangan……………. Jangan-jangan aku keguguran……………

          “mas, bayi kita gimana?” tanyaku pada mas H

          “nggak apa-apa kok dek, dek nggak usah mikirin itu dulu. Yang penting sekarang dek sembuh dulu ya sayang”jawab mas H sambil mengusap rambutku.

          “mas jujur sama adek, anak kita gimana? Apa adek keguguran mas?” tanyaku dengan nada sedikit meninggi

Mas H hanya diam saja. Dia hanya menundukkan kepala, kuperhatikan wajah mas H. Astaga, ku lihat sebuah butiran bening mengalir disana. Mas H menangis…………itu artinya……

Tiba-tiba air mataku meleleh. Aku tak sanggup membendung air mataku. Aku merasa sangat bersalah pada mas H karna tak bisa menjaga anak kami dengan baik.

Melihatku seperti itu mas H memeluk ku erat sekali.

          “dek, jangan nangis gtiu. Itu membuat mas semakin sedih.”

          “tapi mas, aku udah ngecewain kamu. Aku nggak bisa jagain anak kita dengan baik. Maafin aku mas, maafin aku” ucapku di sela-sela tangisan ku

          “nggak apa-apa dek, ini musibah. Mas nggak sedih karna itu kok. Mas Cuma kawatir sama keadaan adek. Tapi mas sekarang udah lega karna adek nggak apa-apa. Adek janji sama mas ya, adek jaga diri baik-baik. Nggak boleh sembarangan lagi” kata mas H, kemudian di kecupnya keningku dan kembali memeluk ku.

          “mas sayang sama adek melebihi apapun” lanjutnya

3 hari kemudian aku keluar dari rumah sakit. mas H sendiri yang menjemput dan mengantarkan aku pulang.

3 bulan setelah itu aku lulus sekolah. Janji orangtua ku dulu kalau aku sudah lulus sekolah maka aku boleh menikah dengan mas H. aku begitu bahagia karna selain aku mendapat nilai bagus dalam ujian aku juga akan segera menikah. Aku merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia, karna keinginan ku untuk menikah dengan mas H akan segera terwujud.

Tapi sayang semua tak seindah yang ku bayangkan. Keluargaku tetap tidak menyetujui hubungan ku dengan mas H. pernah suatu hari aku mengajak mas H untuk kawin lari, karna aku lelah dengan sikap keluarga ku yang selalu melarang ku berhubungan dengan mas H. tapi dia menolak dengan alasan tidak ingin membuat keluarga ku dan keluarga nya malu. Aku merasa kecewa dengan jawaban mas H.

Dalam keadaan seperti ini keluarga ku semakin berusaha menjauhkan aku dengan mas H. berbagai cara di tempuh keluarga ku untuk memisahkan aku dengan nya…….tapi semua itu sia-sia, kami tetap bertahan dengan hubungan kami meskipun mendapat banyak tentangan dari keluargaku.

Tapi akhirnya aku merasa lelah dengan semua ini, aku sudah tidak memiliki keyakinan bahwa nantinya keluargaku akan menyetujui hubungan ku dengan mas H. Beulang kali aku meminta mas H untuk mencari gadis lain, meskipun hati ku sakit mengatakan hal itu tapi aku lakukan juga,, semua itu demi kebahagiaan nya.
Tapi mas H tetap pada pendirian nya. Dia tak ingin melepaskan aku sampai kapanpun. Hal itu membuatku semakin bimbang.

Di satu sisi keluarga ku terus mendesak untuk meninggalkannya. Tapi di lain sisi aku begitu mencintai nya.  Keluargaku semakin geram dengan kelakuanku yang tak kunjung mengakhiri hubungan ku dengan mas H. puncak nya keluarga ku menyuruhku untuk memilih, antara keluarga ku atau mas H. keluargaku mengancam ku,  kalau aku tetap tidak meninggal kan mas H dan bersikeras untuk menikah dengan nya maka aku tidak akan di akui lagi sebagai keluarga. Aku benar-benar bingung dengan keadaan ini, bak makan buah simalakama. Dimakan mati ibu tak di makan mati ayah.

Aku berusaha merundingkan hal ini dengan mas H, dia menyakinkan aku kalau dia pasti bisa  menaklukan keluargaku. Tapi melihat sikap keluaga ku seperti itu aku tak yakin dia bisa.

Akhirnya tanpa sepengetahuan mas H, aku meninggalkan kotaku. Aku ganti nomor HP agar mas H tak bisa menghubungiku. Aku terpaksa melakukan hal ini, karena aku tak ingin semakin melihat nya menderita. Sudah begitu banyak penderitaan yang dialaminya hanya karna aku. Mungkin jika aku pergi dari hidupnya dia bisa bahagia.

Sejak saat itu aku tak pernah tahu lagi bagaiman keadaan mas H. aku benar-benar putus kontak dengan nya. Tak ada lagi komunikasi di antara kami. Ku jalani hidupku di sana tanpa mas H, aku benar-benar merasa menderita melakukan semua ini. Tapi ini semua aku lakukan demi kebahagiaan nya. Aku sengaja pergi dari hidup nya agar dia bisa menerima gadis lain di sisinya. Karna aku yakin aku tak akan pernah bisa berada di sisinya.

Setahun setelah kepergian ku, aku mendengar kabar dari teman dekat ku bahwa mas H telah menikah. Aku tidak tahu bagaimana aku harus menanggapi kabar itu. Aku bahagia karna akhirnya mas H bisa membuka hatinya untuk gadis lain. Tapi hati ku juga sakit mendengar kabar itu. Sempat terbersit sebuah penyesalan karna telah meninggalkannya dulu. Mengingat hal itu hatiku semakin merasa sakit.

Tapi aku berusaha merelakan nya, untuk apa mengharapkan sesuatu yang sudah bukan milik kita lagi.
Aku yakin gadis itu akan lebih mampu membahagiakan mas H dari pada aku.
Aku hanya bisa berdoa semoga dia bahagia walau tanpa aku.
Sedangkan aku, aku tak akan patah semangat.
Aku yakin manusia di ciptakan pasti ada pasangan nya.
Mas H sudah menemukan pendamping hidupnya, begitupun aku.
Aku pasti juga akan bertemu dengan pendamping hidupku,, entah itu kapan.
Tapi aku yakin pasti masih ada cinta untuk ku……….di sudut dunia ini……..